There was a scarcity of honey. A group of bears got together as honey advocates to proclaim its importance. The bees and the blossoms took little notice. “They are not interested in what we can…
Lokus saya untuk belajar ekonomi mula-mula adalah uang. Terlepas jumlah uangnya sedikit atau banyak, saya, sebagai manusia ingin punya kekuasaan atas uang. Dan pada lazimnya kekuasaan, si penguasa idealnya harus mampu menundukan “subjek kuasa” pada satu aturan. Dan dalam soal ini saya temukan, bidang ekonomilah (mungkin bahkan satu-satunya) yang secara lengkap menyediakan aturan tentang uang dalam disiplin ilmunya.
Jadi secara singkat, kenapa saya belajar ekonomi, adalah agar saya berkuasa atas uang. Bukan sebaliknya.
Apa pasal? Banyak konsekuensi dari kegagalan mengatur uang dan memahami teori ekonomi. Contoh. Kira-kira setahun lalu, sekitar pukul 2 malam, saya ingat rebahan di kamar sambil berselancar di marketplace, sebutlah Tokopedia. Niatnya hanya melihat-lihat. Sampai ketika saya mengklik jam dinding seharga Rp150 ribu, lalu, dengan penuh kesadaran, membelinya malam itu juga. Kebetulan sedang diskon, harga asli jam dinding itu Rp200 ribu.
Sekilas, karena diskon, saya terlihat berhemat Rp50 ribu: dari Rp200 ribu dipotong menjadi Rp150 ribu. Lumayan pikir saya waktu itu. Padahal kalau saya tidak melakukan transaksi di sepertiga malam itu, saya bisa berhemat OVO sejumlah Rp150 ribu.
Memang agak absurd. Saya belanja jam dinding via online, pukul 2 malam, saat mayoritas manusia Indonesia tidur dan tidak melakukan transaksi atau pengeluaran apapun.
Hal tersebut tentu saja tidak akan terjadi jika saya mampu berpikir laiknya ekonomis. Apalagi bidang ekonomi telah banyak mengulas situasi transaksional demikian. Seperti Paul Samuelson pernah utarakan, bahwa ilmu ekonomi adalah: “suatu studi mengenai kegiatan-kegiatan yang menyangkut produksi dan transaksi di antara banyak orang”.
Namun jelas bahwa ilmu ekonomi bukan semata instrumen untuk mengendalikan uang. Ada banyak disiplin ilmu yang telah membentuk irisan Diagram Venn dengan bidang ekonomi. Sebutlah antropologi, politik, filsafat, psikologi dan lain-lain, termasuk bidang jurnalistik, yang hari ini saya geluti.
Saya banyak merasakan manfaat, ketika teori-teori dan kosakata ekonomi yang saya pelajari dapat saya aplikasikan ke bidang jurnalistik. Soal asimetri informasi misalnya, yang dipopulerkan ekonom peraih Nobel, George Akerlof, yakni keadaan ketika ada salah satu pihak dari suatu transaksi memiliki informasi lebih banyak atau lebih baik dibandingkan pihak lainnya.
Asimetri informasi, oleh George Akerlof itu, acapkali dicontohkan dengan penggambaran sederhana seperti jual-beli mobil bekas, di mana penjual mobil banyak tahu kekurangan-kekurangan barangnya, tapi sengaja ia tutupi dengan kebohongan muluk-muluk, tujuannya semata merayu pembeli agar yakin dan segera membeli mobilnya. Dus, beberapa bulan kemudian, ketika mobil sudah berpindah tangan, pembeli rupanya kecewa karena ternyata ac mobilnya tidak sedingin air kulkas, atau radiatornya jebol, atau velgnya keropos. Misalnya begitu.
Hal serupa terjadi juga di dunia jurnalistik. Sering kita temui sebuah berita konyol yang jauh dari fakta. Kenapa bisa begitu, bagaimana bisa wartawan mewartakan informasi secara asimetrik? Saya sering mengasumsikan bahwa wartawan yang membuat berita-berita konyol itu tidak dididik untuk melakukan cover both side, dan ia tidak memperoleh pelajaran kode etik jurnalisme secara baik.
Lebih jauh lagi, barangkali karena wawasan jurnalistik sang wartawan tidak pernah ditambah dengan wawasan ekonomi tentang dampak-dampak buruk asimetri informasi, sehingga begitu saja ia melakukan moral hazard. Seolah tidak ada beban sektoral yang ditanggung institusinya. Seolah tidak ada beban nama baik bagi teman-teman wartawan lainnya di kemudian waktu.
Asumsi saya mungkin terlalu berlebihan. Malah bisa jadi salah besar. Namun, kenyataan bahwa disiplin ekonomi berpengaruh dalam kehidupan praktis sehari-hari, termasuk dalam upaya mengatur uang dan melengkapi ilmu jurnalistik, sungguh tidak bisa dinafikan.
On a recent Instagram story, I posted a picture of my medicine cabinet. In the lower right hand corner, there was an unidentifiable white object. We got more than 100 messages inquiring if I… Read more
1. If our body is worried that it shuts down our digestive tract. Our digestive system just works well when we are relaxed. Poor digestion may also result in poorly digested meals travelling although… Read more
As a part of our series about rising music stars, I had the distinct pleasure of interviewing N3WPORT. Washington, D.C.-based producer N3WPORT is a rising star in the melodic and future bass scene… Read more